LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR
GENETIKA
PERSILANGAN JAGUNG
LABORATORIUM
PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA
DEPARTEMEN BUDIDAYA
PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH
MADA
2019
PERSILANGAN JAGUNG
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu tanaman serealia yang
didomestikasi oleh bangsa Meksiko sekitar 10.000 tahun lalu. Tanaman tersebut
menjadi salah satu komoditas makanan pokok penting di dunia, selain gandum dan
padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung
juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa
daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan
jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga
ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya
(dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung
atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung
tongkolnya) (Wahyudin et al., 2016). Tongkol jagung kaya akan pentosa,
yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah
direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui
bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan).
Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu
teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu,
dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu.
Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays)
merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis).
Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh
penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays
ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua
spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi
menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat
hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik
yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman.
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada
endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan
kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan
amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan
amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi
lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui
mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen
dan sukrosa.
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah: Kalori : 355 Kalori,
Protein : 9,2 gr, Lemak : 3,9 gr, Karbohidrat : 73,7 gr, Kalsium : 10 mg,
Fosfor : 256 mg, Ferrum : 2,4 mg, Vitamin A : 510 SI,Vitamin B1 : 0,38 mg, Air
: 12 gr. Jagung merupakan tanaman sumber bahan pangan pokok bagi sebagian
masyarakat, selain gandum, padi atau beras. Jagung kaya akan karbohidrat.
Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam jagung dapat mencapai 80% dari
seluruh bahan kering biji jagung. (Mubyarto, 2002). Menurut (Mubyarto, 2002)
manfaat jagung sebagai berikut (1) Buahnya merupakan sumber karbohidrat bagi
manusia. (2) Sebagai salah satu sumber pangan pokok. (3) Daunnya dapat
digunakan untuk pakan ternak kambing, sapi, maupun kerbau. (4) Batangnya yang
sudah kering dapat digunakan untuk kayu bakar. (5) Tulang jagung (jenggel)
dapat digunakan sebagai kayu bakar.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah melatih mahasiswa untuk
melakukan persilangan jagung sebagai tanaman model dalam genetika dan
mempelajari hasilnya.
II.
PERSILANGAN
JAGUNG
A.
Hasil
Jantan
|
Betina
|
Pengamatan
|
||||
Panjang Tongkol
|
Jumlah Bulir
|
Bentuk/Tekstur
Bulir
|
Warna Bulir
|
Dokumensi
|
||
Hibrida
|
Lokal
|
13,3 cm
|
16
|
Bulat pipih, tekstur
mengkilat
|
Kuning muda
|
|
Hibrida
|
Hibrida
|
17 cm
|
150
|
Lonjong, tekstur
mengkilat
|
Kuning
|
|
Lokal
|
Hibrida
|
15 cm
|
56
|
Bulat, tekstur mengkilat
|
Kuning muda
|
|
Lokal
|
Lokal
|
11,7 cm
|
21
|
Bulat pipih, tekstur
mengkilat
|
Putih
|
B.
Pembahasan
Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan
produksi jagung di antaranya adalah penggunaan varietas, pemupukan yang
optimum, dan pengaturan populasi tanam. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan
sehingga dalam peningkatan produksi jagung diperlukan pemahaman untuk
mengelolanya agar bersinergis sehingga diperoleh hasil yang tinggi. Akan tetapi
pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang erat kaitannya dengan pertumbuhan
dan produksi tanaman. Kegiatan ini memberikan hasil yang optimal tergantung
dari beberapa faktor, di antaranya takaran dan jenis pupuk yang digunakan
(Simanungkalit et al., 2014).
Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung
yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat
gen utama yang mempengaruhi kemanisan jagung yaitu gen sugary (su),
gen sugary enhancer (se), dan gen shrunken (sh2).
Jagung manis yang dikontrol oleh gen su, se dan sh2 memiliki
tingkat kemanisan yang berbeda-beda. Gen tersebut mengendalikan perubahan gula
menjadi pati di dalam endosperma. Kandungan gula yang tinggi dan pati yang
rendah pada endosperma menyebabkan rasa manis pada jagung (Sujiprihati et al.,
2012). Tanaman jagung manis semakin banyak dibudidayakan karena keunggulan yang
dimilikinya. Keunggulan dari tanaman jagung manis yaitu memiliki rasa yang lebih
manis dan renyah dibandingkan jagung biasa. Selain itu, tanaman jagung manis
juga dapat bertahan dalam kondisi stres salinitas (Shtereva et al.,
2015).
Varietas jagung yang adaptif pada lingkungan yang kering dapat diperoleh
melalui pemuliaan tanaman. Peluang keberhasilan pemuliaan ditentukan oleh tersedianya
gen-gen pembawa sifat yang diinginkan dan tingkat keragaman genetik materi
pemuliaan. Keragaman genetik materi pemuliaan dapat dikelompokkan berdasarkan
ketersediaan gen donor dan kluster, melalui analisis ragam atau analisis molekuler
(Efendi et al., 2015). Keragaman genetik timbul dari keragaman genotipe
pembentuk populasi dan dari gen-gen yang bersegregasi dan berinteraksi dengan
gen lain. Keragaman genetik inbrida dari kluster yang berbeda menunjukkan
korelasi positif antara jarak genetik dengan tingkat hasil hibrida. Seleksi
genotipe superior dari populasi bersegregasi memerlukan jumlah individu tanaman
yang lebih besar. Untuk menguji potensi genetik dan kemampuan daya gabung
galur-galur dalam jumlah besar pada generasi awal tidak mungkin dilakukan untuk
semua kombinasi persilangan.
Cara reproduksi pada tanaman jagung yaitu reproduksi seksual ( secara
generatif ) dan menghasilkan biji. Pada tahap reproduksi secara seksual, siklus
reproduksi dimulai ketika jagung jantan mengeluarkan serbuk sari berguna pada
proses reproduksi jagung, serbuk sari tersebut mengandung 3 inti. serbuk sari
berasal dari bagian rumbai dari tanaman jagung. Jagung memanfaatkan angin atau
hewan sebagai sarana penyerbukan, sehingga serbuk sari dapat dipindahkan oleh
angin atau hewan. Ketika serbuk sari mencapai jagung betina, kemudian ia
membentuk embrio.
Tumbuhan jagung tumbuh dari hasil biji jagung yang di tanam. Setelah
ditanam tiga sampai empat hari, bakal tanaman tersebut akan muncul di permukaan
tanah. Tanaman jagung akan terus tumbuh menjadi tumbuhan dewasa yang siap
bereproduksi. Tiga hingga tiga setengah bulan, buah jagung akan dapat dipanen.
Buah jagung yang berbentuk seperti tongkol pada mulanya adalah berupa sekuntum
bunga. Bunga jagung tersebut terus berkembang dengan seiring waktu sehingga
menjadi buah yang memiliki biji. Dari sinilah akan dimulai lagi proses
perkembangbiakan jagung.
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan menempel
pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut berasal dari serbuk
sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri.
Oleh karena itu, tanaman jagung disebut tanaman bersari silang (cross
pollinated crop), di mana sebagian besar dari serbuk sari berasal dari
tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung pada
varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari.
Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding).
Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15
hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan
kemudian kering.
Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary
yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,50 cm
atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung
pada panjang tongkol dan kelobot. Tanaman jagung adalah protandri, di mana pada
sebagian besar varietas, bunga jantannya muncul 1-3 hari sebelum rambut bunga
betina muncul. Serbuk sari terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada
spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun
ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari.
Terdapat beberapa metode persilangan jagung, salah satunya metode kantung (tassel
bag method). Pada metode ini, baik bunga jantan maupun bunga betina
dibungkus sebelum mekar menggunakan kantong kertas minyak. Hal ini dilakukan
untuk menghindari kontaminasi dari serbuk sari lainnya, selain itu pembungkusan
pada bunga jantan dilakukan untuk menjaga polen yang diinginkan karena adanya
risiko terbawa oleh angin. Bunga jantan dikerodong saat pucuk malai keluar dari
pucuk tanaman, sedangkan bunga betina dikerodong sebelum rambut jagung keluar.
Hari berikutnya tongkol diperiksa untuk melihat laju keluarnya rambut jagung. Penyerbukan
harus dilakukan dalam 3 hari setelah tongkol ditutup atau rambut tongkol harus
dipotong agar tidak keluar kantong dan menghindari kontaminasi. Pemotongan
rambut jagung pun biasa dilakukan sehari sebelum proses penyerbukan sepanjang
1-2 cm di atas permukaan ujung klobot. Untuk selfing, polen dari malai
bisa diambil langsung dan ditaburkan pada rambut jagung. Pada persilangan,
polen bisa diambil di suatu kantong dengan menggoyangkan malai dan menaburkan
pada tongkol. Waktu yang optimal untuk melakukan penyerbukan dipengaruhi oleh
suhu dan kelembaban tapi umumnya 3 jam setelah matahari terbit. Kantong penutup
tongkol harus dipasang kembali agar terhindar dari kontaminasi. Namun, perlu diperhatikan
pula bahwa menutup tongkol terlalu lama dapat menyebabkan busuk pada ujung
tongkol. Informasi mengenai penyerbukan berupa tetua, tanggal penyerbukan perlu
dicatat di kantong.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut. Persilangan antara jagung hibrida dan lokal menghasilkan
panjang tongkol sebesar 13,3 cm, jumlah bulir sebanyak 16 bulir, bentuk bulir
berupa bulat pipih dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning
muda. Persilangan antara jagung hibrida dan hibrida menghasilkan panjang
tongkol sebesar 17 cm, jumlah bulir sebanyak 150 bulir, bentuk bulir berupa lonjong
dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning. Persilangan antara
jagung lokal dan hibrida menghasilkan panjang tongkol sebesar 15 cm, jumlah
bulir sebanyak 56 bulir, bentuk bulir berupa bulat dengan tekstur mengkilat,
dan warna bulir berupa kuning muda. Persilangan antara jagung lokal dan lokal
menghasilkan panjang tongkol sebesar 11,7 cm, jumlah bulir sebanyak 21 bulir,
bentuk bulir berupa bulat pipih dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir
berupa putih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan persilangan jagung
terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal terdiri dari pemilihan tetua dan waktu tanaman berbunga. Sementara
itu, faktor eksternal terdiri dari pengetahuan tentang organ reproduksi dan
tipe penyerbukan, cuaca saat penyerbukan, serta pelaksana. Pemilihan tetua
didasarkan pada ciri-ciri morfologis yang nampak pada pohon jagung. Tanaman
jagung hibrida memiliki serbuk sari berwarna kekuningan sampai kecokelatan,
sementara itu tanaman jagung lokal memiliki serbuk sari berwarna putih pucat
sampai agak kehijauan. Waktu tanaman berbunga dapat dilihat dari munculnya
rambut-rambut pada tongkol jagung.
III.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, kesimpulannya adalah sebagai berikut. Pemilihan
jagung sebagai tanaman model dalam genetika didasarkan pada karakteristiknya
yang monoesius, memiliki variasi genetik yang luas, dan genom yang relatif
sedikit. Persilangan antara
jagung hibrida dan lokal menghasilkan panjang tongkol sebesar 13,3 cm, jumlah
bulir sebanyak 16 bulir, bentuk bulir berupa bulat pipih dengan tekstur
mengkilat, dan warna bulir berupa kuning muda. Persilangan antara jagung
hibrida dan hibrida menghasilkan panjang tongkol sebesar 17 cm, jumlah bulir
sebanyak 150 bulir, bentuk bulir berupa lonjong dengan tekstur mengkilat, dan
warna bulir berupa kuning. Persilangan antara jagung lokal dan hibrida
menghasilkan panjang tongkol sebesar 15 cm, jumlah bulir sebanyak 56 bulir,
bentuk bulir berupa bulat dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa
kuning muda. Persilangan antara jagung lokal dan lokal menghasilkan panjang
tongkol sebesar 11,7 cm, jumlah bulir sebanyak 21 bulir, bentuk bulir berupa
bulat pipih dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa putih.
B.
Saran
Sebaiknya praktikan dibekali
metode persilangan jagung dengan alat peraga agar lebih mudah dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, R., Y. Musa, M. F. Bdr, M. D. Rahim, M. Azrai, dan M.
Pabendon. 2015. Seleksi jagung inbrida dengan marka molekuler dan toleransinya
terhadap kekeringan dan nitrogen rendah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.
34: 43-53.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Pancasila. BPFE. Yogyakarta.
Shtereva, L. A., R. D. V. Ivanova, dan T. Karceva. 2015 Effect of
salt stres on some sweet corn (Zea mays L. var. Saccharata) genotypes.
Arch. Biol. Sci. 67: 993-1000
Simanungkalit, F. D., M. K. Bangun, dan I. Nuriadi. 2014. Respons
pertumbuhan dan produksi beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.)
terhadap pemberian pupuk P dan K. Jurnal Online Agroekoteknologi. 2: 813-824.
Sujiprihati, S., M. Syukur, A. T. Makkulawu, dan R. N. Iriany.
2012. Perakitan varietas hibrida jagung manis berdaya hasil tinggi dan tahan
terhadap penyakit bulai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17: 159-165.
Wahyudin, A., Ruminta, dan S. A. Nursaripah. 2016. Pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung (Zea mays L.) toleran herbisida akibat pemberian
berbagai dosis herbisida kalium glifosfat. Jurnal Kultivasi. 15: 86-91.
LAMPIRAN