Jumat, 08 Mei 2020

Laporan Praktikum Persilangan Jagung - Dasar Genetika


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR GENETIKA


PERSILANGAN JAGUNG






LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
PERSILANGAN JAGUNG


                                                                              I.         PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu tanaman serealia yang didomestikasi oleh bangsa Meksiko sekitar 10.000 tahun lalu. Tanaman tersebut menjadi salah satu komoditas makanan pokok penting di dunia, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya) (Wahyudin et al., 2016). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman.
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah: Kalori : 355 Kalori, Protein : 9,2 gr, Lemak : 3,9 gr, Karbohidrat : 73,7 gr, Kalsium : 10 mg, Fosfor : 256 mg, Ferrum : 2,4 mg, Vitamin A : 510 SI,Vitamin B1 : 0,38 mg, Air : 12 gr. Jagung merupakan tanaman sumber bahan pangan pokok bagi sebagian masyarakat, selain gandum, padi atau beras. Jagung kaya akan karbohidrat. Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam jagung dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji jagung. (Mubyarto, 2002). Menurut (Mubyarto, 2002) manfaat jagung sebagai berikut (1) Buahnya merupakan sumber karbohidrat bagi manusia. (2) Sebagai salah satu sumber pangan pokok. (3) Daunnya dapat digunakan untuk pakan ternak kambing, sapi, maupun kerbau. (4) Batangnya yang sudah kering dapat digunakan untuk kayu bakar. (5) Tulang jagung (jenggel) dapat digunakan sebagai kayu bakar.

B.             Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah melatih mahasiswa untuk melakukan persilangan jagung sebagai tanaman model dalam genetika dan mempelajari hasilnya.
                                                                           II.         PERSILANGAN JAGUNG
A.    Hasil
Jantan

Betina

Pengamatan
Panjang Tongkol
Jumlah Bulir
Bentuk/Tekstur
Bulir
Warna Bulir
Dokumensi
Hibrida
Lokal
13,3 cm
16
Bulat pipih, tekstur mengkilat
Kuning muda

Hibrida
Hibrida
17 cm
150
Lonjong, tekstur mengkilat
Kuning

Lokal
Hibrida
15 cm
56
Bulat, tekstur mengkilat
Kuning muda

Lokal
Lokal
11,7 cm
21
Bulat pipih, tekstur mengkilat
Putih


B.    Pembahasan
Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan produksi jagung di antaranya adalah penggunaan varietas, pemupukan yang optimum, dan pengaturan populasi tanam. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan sehingga dalam peningkatan produksi jagung diperlukan pemahaman untuk mengelolanya agar bersinergis sehingga diperoleh hasil yang tinggi. Akan tetapi pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang erat kaitannya dengan pertumbuhan dan produksi tanaman. Kegiatan ini memberikan hasil yang optimal tergantung dari beberapa faktor, di antaranya takaran dan jenis pupuk yang digunakan (Simanungkalit et al., 2014).
Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama yang mempengaruhi kemanisan jagung yaitu gen sugary (su), gen sugary enhancer (se), dan gen shrunken (sh2). Jagung manis yang dikontrol oleh gen su, se dan sh2 memiliki tingkat kemanisan yang berbeda-beda. Gen tersebut mengendalikan perubahan gula menjadi pati di dalam endosperma. Kandungan gula yang tinggi dan pati yang rendah pada endosperma menyebabkan rasa manis pada jagung (Sujiprihati et al., 2012). Tanaman jagung manis semakin banyak dibudidayakan karena keunggulan yang dimilikinya. Keunggulan dari tanaman jagung manis yaitu memiliki rasa yang lebih manis dan renyah dibandingkan jagung biasa. Selain itu, tanaman jagung manis juga dapat bertahan dalam kondisi stres salinitas (Shtereva et al., 2015).
Varietas jagung yang adaptif pada lingkungan yang kering dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman. Peluang keberhasilan pemuliaan ditentukan oleh tersedianya gen-gen pembawa sifat yang diinginkan dan tingkat keragaman genetik materi pemuliaan. Keragaman genetik materi pemuliaan dapat dikelompokkan berdasarkan ketersediaan gen donor dan kluster, melalui analisis ragam atau analisis molekuler (Efendi et al., 2015). Keragaman genetik timbul dari keragaman genotipe pembentuk populasi dan dari gen-gen yang bersegregasi dan berinteraksi dengan gen lain. Keragaman genetik inbrida dari kluster yang berbeda menunjukkan korelasi positif antara jarak genetik dengan tingkat hasil hibrida. Seleksi genotipe superior dari populasi bersegregasi memerlukan jumlah individu tanaman yang lebih besar. Untuk menguji potensi genetik dan kemampuan daya gabung galur-galur dalam jumlah besar pada generasi awal tidak mungkin dilakukan untuk semua kombinasi persilangan.
Cara reproduksi pada tanaman jagung yaitu reproduksi seksual ( secara generatif ) dan menghasilkan biji. Pada tahap reproduksi secara seksual, siklus reproduksi dimulai ketika jagung jantan mengeluarkan serbuk sari berguna pada proses reproduksi jagung, serbuk sari tersebut mengandung 3 inti. serbuk sari berasal dari bagian rumbai dari tanaman jagung. Jagung memanfaatkan angin atau hewan sebagai sarana penyerbukan, sehingga serbuk sari dapat dipindahkan oleh angin atau hewan. Ketika serbuk sari mencapai jagung betina, kemudian ia membentuk embrio.
Tumbuhan jagung tumbuh dari hasil biji jagung yang di tanam. Setelah ditanam tiga sampai empat hari, bakal tanaman tersebut akan muncul di permukaan tanah. Tanaman jagung akan terus tumbuh menjadi tumbuhan dewasa yang siap bereproduksi. Tiga hingga tiga setengah bulan, buah jagung akan dapat dipanen. Buah jagung yang berbentuk seperti tongkol pada mulanya adalah berupa sekuntum bunga. Bunga jagung tersebut terus berkembang dengan seiring waktu sehingga menjadi buah yang memiliki biji. Dari sinilah akan dimulai lagi proses perkembangbiakan jagung.
Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung disebut tanaman bersari silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar dari serbuk sari berasal dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan kemudian kering.
Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,50 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot. Tanaman jagung adalah protandri, di mana pada sebagian besar varietas, bunga jantannya muncul 1-3 hari sebelum rambut bunga betina muncul. Serbuk sari terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari.
Terdapat beberapa metode persilangan jagung, salah satunya metode kantung (tassel bag method). Pada metode ini, baik bunga jantan maupun bunga betina dibungkus sebelum mekar menggunakan kantong kertas minyak. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari serbuk sari lainnya, selain itu pembungkusan pada bunga jantan dilakukan untuk menjaga polen yang diinginkan karena adanya risiko terbawa oleh angin. Bunga jantan dikerodong saat pucuk malai keluar dari pucuk tanaman, sedangkan bunga betina dikerodong sebelum rambut jagung keluar. Hari berikutnya tongkol diperiksa untuk melihat laju keluarnya rambut jagung. Penyerbukan harus dilakukan dalam 3 hari setelah tongkol ditutup atau rambut tongkol harus dipotong agar tidak keluar kantong dan menghindari kontaminasi. Pemotongan rambut jagung pun biasa dilakukan sehari sebelum proses penyerbukan sepanjang 1-2 cm di atas permukaan ujung klobot. Untuk selfing, polen dari malai bisa diambil langsung dan ditaburkan pada rambut jagung. Pada persilangan, polen bisa diambil di suatu kantong dengan menggoyangkan malai dan menaburkan pada tongkol. Waktu yang optimal untuk melakukan penyerbukan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban tapi umumnya 3 jam setelah matahari terbit. Kantong penutup tongkol harus dipasang kembali agar terhindar dari kontaminasi. Namun, perlu diperhatikan pula bahwa menutup tongkol terlalu lama dapat menyebabkan busuk pada ujung tongkol. Informasi mengenai penyerbukan berupa tetua, tanggal penyerbukan perlu dicatat di kantong.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut. Persilangan antara jagung hibrida dan lokal menghasilkan panjang tongkol sebesar 13,3 cm, jumlah bulir sebanyak 16 bulir, bentuk bulir berupa bulat pipih dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning muda. Persilangan antara jagung hibrida dan hibrida menghasilkan panjang tongkol sebesar 17 cm, jumlah bulir sebanyak 150 bulir, bentuk bulir berupa lonjong dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning. Persilangan antara jagung lokal dan hibrida menghasilkan panjang tongkol sebesar 15 cm, jumlah bulir sebanyak 56 bulir, bentuk bulir berupa bulat dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning muda. Persilangan antara jagung lokal dan lokal menghasilkan panjang tongkol sebesar 11,7 cm, jumlah bulir sebanyak 21 bulir, bentuk bulir berupa bulat pipih dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa putih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan persilangan jagung terdiri dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari pemilihan tetua dan waktu tanaman berbunga. Sementara itu, faktor eksternal terdiri dari pengetahuan tentang organ reproduksi dan tipe penyerbukan, cuaca saat penyerbukan, serta pelaksana. Pemilihan tetua didasarkan pada ciri-ciri morfologis yang nampak pada pohon jagung. Tanaman jagung hibrida memiliki serbuk sari berwarna kekuningan sampai kecokelatan, sementara itu tanaman jagung lokal memiliki serbuk sari berwarna putih pucat sampai agak kehijauan. Waktu tanaman berbunga dapat dilihat dari munculnya rambut-rambut pada tongkol jagung.







                                                                         III.         PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, kesimpulannya adalah sebagai berikut. Pemilihan jagung sebagai tanaman model dalam genetika didasarkan pada karakteristiknya yang monoesius, memiliki variasi genetik yang luas, dan genom yang relatif sedikit. Persilangan antara jagung hibrida dan lokal menghasilkan panjang tongkol sebesar 13,3 cm, jumlah bulir sebanyak 16 bulir, bentuk bulir berupa bulat pipih dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning muda. Persilangan antara jagung hibrida dan hibrida menghasilkan panjang tongkol sebesar 17 cm, jumlah bulir sebanyak 150 bulir, bentuk bulir berupa lonjong dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning. Persilangan antara jagung lokal dan hibrida menghasilkan panjang tongkol sebesar 15 cm, jumlah bulir sebanyak 56 bulir, bentuk bulir berupa bulat dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa kuning muda. Persilangan antara jagung lokal dan lokal menghasilkan panjang tongkol sebesar 11,7 cm, jumlah bulir sebanyak 21 bulir, bentuk bulir berupa bulat pipih dengan tekstur mengkilat, dan warna bulir berupa putih.

B.    Saran
Sebaiknya praktikan dibekali metode persilangan jagung dengan alat peraga agar lebih mudah dipahami.



DAFTAR PUSTAKA
Efendi, R., Y. Musa, M. F. Bdr, M. D. Rahim, M. Azrai, dan M. Pabendon. 2015. Seleksi jagung inbrida dengan marka molekuler dan toleransinya terhadap kekeringan dan nitrogen rendah. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 34: 43-53.
Mubyarto. 2002. Ekonomi Pancasila. BPFE. Yogyakarta.
Shtereva, L. A., R. D. V. Ivanova, dan T. Karceva. 2015 Effect of salt stres on some sweet corn (Zea mays L. var. Saccharata) genotypes. Arch. Biol. Sci. 67: 993-1000
Simanungkalit, F. D., M. K. Bangun, dan I. Nuriadi. 2014. Respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pemberian pupuk P dan K. Jurnal Online Agroekoteknologi. 2: 813-824.
Sujiprihati, S., M. Syukur, A. T. Makkulawu, dan R. N. Iriany. 2012. Perakitan varietas hibrida jagung manis berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit bulai. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 17: 159-165.
Wahyudin, A., Ruminta, dan S. A. Nursaripah. 2016. Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.) toleran herbisida akibat pemberian berbagai dosis herbisida kalium glifosfat. Jurnal Kultivasi. 15: 86-91.





LAMPIRAN





Tidak ada komentar:

Posting Komentar