Perayaan Tamu tak Diundang
Oleh : Cordius Satya
(Berdasarkan Kisah Nyata)
Waktu itu, tahun 2016, umurku masih 18 tahun. Saya duduk di bangku kelas 3 SMA yang cukup ternama di Kota Semarang. Di sekolah, saya bukan termasuk golongan orang yang populer. Tapi saya juga bukan golongan orang yang... mohon maaf, "dibully". Karena cukup banyak anak-anak yang mulai dari SD hingga perguruan tinggi sekalipun mengalami perpeloncoan atau pembullyan. Tapi kembali lagi. Saat itu saya sedang duduk santai di barisan samping kelas, menunggu jam pertama dimulai.
"Di!", panggil kawanku yang akrab disapa dengan Pakdhe.
"Kowe wes reti durung nek dewe sesok ana kemah?" tanyanya dengan bahasa jawa yang agak kasar. Saat itu aku terkaget karena Pakdhe bertanya apakah aku sudah tahu bahwa besok sabtu ada kemah.
"Lah, bukannya kita dah kelas 3 harusnya siap-siap ujian ya? kenapa harus ada kemah?" tanyaku balik pada Pakdhe.
"La aku ki tekok kowe malah kowe tekok aku, stres kowe ki!" jawabnya dengan nada kesal kenapa aku malah bertanya balik ke dia.
Sesaat setelah Pakdhe pergi duduk, guru masuk ke kelas dan sontak membuat seisi kelas berlarian untuk kembali duduk. Guru kami membagikan beberapa lembaran pada tiap-tiap murid di kelas. "Apa ini Bu?" tanya beberapa anak kelas.
"Kalian harus ikut perkemahan, di Bantir, untuk pemenuhan nilai pramuka kalian ya."
Seisi kelas bahkan hingga kelas sebelah mulai ramai berteriak, menyerukan ketidaksetujuan mereka. Aku sendiri juga tidak setuju. Bukannya fokus untuk menghadapi ujian nasional tapi malah harus mengikuti kegiatan perkemahan angkatan kelas 3 sma yang entah apa fungsinya. Yang lebih memperburuk kondisi ketidakpuasan ini adalah kenyataan bahwa panitia yang menyelenggarakan perkemahan adalah anak kelas 1 SMA. Ya, saya juga bingung kenapa begitu, tapi inilah kenyataannya.
Dengan sangat berat hati, kami seluruh angkatan kelas 3 mengikuti kegiatan perkemahan tersebut. Lokasi perkemahan berada di Bantir, sebuah tempat militer yang dulu merupakan camp konsentrasi untuk tahanan perang pada saat penjajahan Belanda. Kegiatan perkemahan dilaksanakan selama 3 hari yakni mulai dari jumat siang hingga minggu pagi. Kami berangkat ke lokasi menaiki truk militer yang dikemudikan oleh tentara. Dan... bisa kalian tebak. Kondisinya sangat sempit, sesak dan tentunya anak laki-laki wajib berdiri. Perjalanan selama 1 jam dari sekolah ke tempat tujuan sangat melelahkan karena disamping kita harus berdiri, kita juga harus mencegah berdesak-desakan dengan siswi. Nggak sopan tentunya.
Sesampainya di sana, kita langsung menyiapkan tempat kami istirahat.
"Kalo ini ma, bukan kemah namanya" kata temanku bernama Yosapat.
Memang benar, karena kami tidak menggunakan tenda untuk beristirahat melainkan menempati sebuah gedung besar, seperti barak, atau memang barak. Ruangannya sangat besar dan satu barak diisi oleh satu angkatan laki-laki, dan 2 barak lagi diisi oleh satu angkatan perempuan karena memang jumlah murid putri lebih banyak daripada murid putra.
Semuanya kegiatan berjalan dengan lancar, bahkan menurutku terlalu lancar. Para murid kelas 1 ini benar-benar bagus dalam mempersiapkan segala acara yang ada. Yang menjadi masalah justru kami para angkatan kelas 3 yang sulit diatur karena merasa tidak mau diatur oleh angkatan yang lebih muda.
Setelah banyak kegiatan ceramah, diskusi, dan games, kami mencapai acara yang mungkin menjadi sebuah roman untuk anak-anak muda. Apalagi kalau bukan jerit malam. Banyak anak-anak yang berharap bisa bersama dengan gebetannya, atau bahkan mendapatkan gebetan baru ketika acara ini dengan gaya sok berani dan sok melindungi ketika acara jerit malam ini.
Tapi....
Tak ada yang sesuai dengan ekspektasi.
Alih-alih mendapat acara yang seru, menegangkan dan menyenangkan.
Acara itu adalah awal dari mimpi buruk kami semua.
Baru beberapa menit setelah para murid dikumpulkan di lapangan yang cukup luas itu, tiba-tiba Sekar, teman seangkatanku, berteriak histeris tidak karuan. Sekar memang sangat sensitif terhadap hal-hal gaib dan mistis. Para guru langsung mencoba untuk menenangkan Sekar, tapi perlawanan yang dilakukan sangat kuat dan bahkan terlalu kuat untuk seorang perempuan. Belum selesai menangani sekar yang "Kesurupan", tiba-tiba beberapa murid lain juga kesurupan. Malam itu ada 4 orang yang kesurupan dan hingga pingsan saat ditangani oleh para guru. Panitia pun memutuskan untuk menghentikan acara jerit malam dan segera meminta para murid untuk beristirahat di barak masing-masing.
Aku merinding tidak karuan.
Aku merasakan kengerian saat melintasi para guru yang membawa Sekar ke ruang medis.
Matanya tertuju di ketinggian diantara pohon-pohon yang besar itu.
Tangannya seolah memberontak untuk mencakar pohon besar tersebut, sambil berteriak tidak karuan.
Dan betapa bodohnya diriku, untuk mencoba melihat apa yang dilihat oleh sekar. Diantara dedaunan yang gelap, aku mengarahkan lampu senterku. Kulihat sesosok makhluk, entah manusia, entah hewan, sangat tidak jelas wujudnya. Dengan rambut yang sangat gimbal dan panjang. Tanpa kusadari aku sudah terpaku cukup lama menatap makhluk itu bersembunyi diantara ranting pohon. Aku tersadar ketika Pakdhe menepukku cukup keras.
"Sakit cuk, ngapain sih mukul-mukul gitu?" teriakku ke Pakdhe.
Dan dengan santainya dia menjawab "Sekar kebanyakan gaya ya Di, caper."
Mungkin ketika aku tidak melihat makhluk tadi, aku akan berkata "iya ya, caper banget sampai segitunya"
Tapi tidak, badanku masih gemetar tak karuan mengingat wujud mengerikan makhluk yang kulihat tadi dan mendiamkan apapun yang diocehkan oleh Pakdhe sepanjang jalan ketika hendak menuju ke barak.
Acara pada hari sabtu berjalan dengan baik. Tapi, 4 murid yang kesurupan semalam masih belum siuman dan masih tertidur hingga saat upacara dilaksanakan. Para panitia membacakan sebuah pidato dan ceramah yang membosankan. Setidaknya, tidak bisa mengalihkan pikiranku tentang makhluk itu. Pada akhir upacara, panitia memutuskan untuk menghilangkan acara pada malam hari untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan pada malam ini. Kami semua senang karena tidak perlu capek-capek di malam hari. Kami lalu melanjutkan acara mengenai kepemimpinan dan berbagai soft skill yang perlu dikuasai oleh anak pramuka.
Pada hari minggu pun semuanya berjalan lancar hingga kami kembali ke sekolah. Pada saat aku sampai di rumah, aku sudah lupa mengenai apa yang kulihat malam itu. Aku hanya ingat bahwa beberapa temanku kesurupan ketika mengikuti acara perkemahan tersebut. Begitulah ku ceritakan kepada kedua orangtuaku, karena aku memang terbiasa untuk menceritakan apapun yang kualami baik sebagai penenang diri maupun untuk mendapatkan arahan dari yang lebih berpengalaman.
Tapi, ketenanganku tak dapat berlangsung lebih lama lagi.
Aku terbangun dari tidurku pada pukul 3 pagi, ya, jam 03.00.
Dan bukan hanya aku, kedua orangtuaku dan kakakku juga bangun sambil marah-marah.
"Siapa sih yang mendengarkan gamelan jam segini?" teriak ayahku cukup marah. Suara berasal dari sebelah rumahku, garasi terbuka yang membatasi rumahku dan rumah tetanggaku. Saat aku keluar, aku kaget bukan main karena beberapa tetanggaku juga ikut keluar dengan kebingungan.
Suara gamelan yang kami dengar semakin keras dan semakin keras. Keluargaku dan beberapa tetangga berkeliling mencari orang yang mendengarkan gamelan di pagi buta ini, atau mungkin orang iseng yang menaruh speaker di dekat rumah kami.
Setelah lama mencari, ternyata sumber suara itu ada pada garasi rumahku. Garasiku terbuka tanpa ada atap beton dan hanya atap seng untuk menutupi kendaraan motor kami. Pada saat pintu garasi kami buka bersamaan, suara itu hilang tanpa jejak. Menyisakan suara kaki kuda yang terdengar kencang.
Semua orang yang melihat hal itu terdiam. Tak dapat berkata-kata, tak dapat menjelaskan apapun yang sedang terjadi.
Kemudian, ayahku bertanya padaku.
"Di, kemaren di kemah kamu bawa apa?"
Saat itu aku teringat. Aku melihat sesuatu di antara pepohonan itu.
Suatu makhluk yang entah apa itu. Mungkinkah? Mungkinkah dia mengikutiku? Kenapa?
Suara gamelan itu terus terdengar kencang setiap jam 3 pagi. Dan akhirnya berhenti setelah 7 hari mereka berpesta menyambut kawan baru mereka itu.
Memang, mereka saat itu tidak menyakiti kami dan tidak mengganggu kami.
Tapi....
Apakah akan selalu demikian?
Kisah ini benar-benar saya alami pada tahun 2016, ketika masih kelas 3 SMA.
Apabila diantara kalian para pembaca mengetahui apa sebenarnya yang terjadi, mungkin memiliki kelebihan dalam hal supranatural, mungkin bisa membantu saya menjawab mengenai apa yang sebenarnya terjadi.
Dan untuk kawan-kawan penbaca sekalian, yang memiliki pengalaman yang serupa, atau pengalaman supranaturan yang lainnya, dapat diceritakan di kolom komentar. Atau juga dapat menghubungi saya untuk menceritakan detail pengalaman kalian. Saya akan memuat kisah kalian di blog yang sederhana ini.
Terimakasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar